Jumat, 23 April 2010

Khulafaur Rosyidin - Utsman Bin Affan

“Utsman menyediakan makanan bagi kaum muslimin seperti makanan raja-raja. Padahal, ia sendiri hanya makan dengan minyak zaitun dan cuka”, ujarnya. Demikian pula, Abdullah bin Syaddat, mengisahkan : “Saya lihat Utsman berkhutbah hari Jum’at dengan memakain pakaian yang harganya empat atau lima dirham saja. Padahal, ia adalah seorang Amirul Mukminin”, ucapnya.

Demikianlah, peringai seorang hamba Allah, yang berserah diri kepada Allah. Nafsu makannya ditekan dengan jalan puasa, dihinakannya kemegahan jahiliyah dalam jiwanya, dan dicukupkannhya hanya dengan kemuliaan Islam, hingga dirinya pun menjadi mulia.

Pada suatu hari, ia marah terhadap pelayannya, ditariknya telinga pelayan itu sampai kesakitan. Ketika marahnya reda, ia menjadi gelisah karena perbuatannya itu. Sampai mengganggu tidurnya. Lalu, dipanggilnya pelayan itu, dan disuruhnya melakukan qishas terhadap dirinya dengan cara menarik telinganya. Tetapi, pelayan itu berpaling, dan tidak bersedia melakukannya. Utsman dengan gigih memaksanya. Kemudian, pelayan itu, akhirnya mau menarik telinga Utsman. “Keraskanlah tarikannya, hai Gulam?”, perintah Utsman. “Karena, qishas di dunia ini lebih ringan, dibandingkan qishas di akhirat nanti”, tambahnya.

Demikian, keadaan hamba Allah yang tak dirinya tak terpisahkan dari Khaliqnya. Kita temui ia pada peristiwa ini, dan sebagaimana kita jumpai dalam peristiwa lainnya. Sekrang marilah masuk ke dalam masjid Madinah untuk menemui seorang laki-laki mulia dan berwibawa. Anehnya, ia tidur diatas batu kerikil dilantai masjid, sementara jubahnya dijadikan bantal. Tatkala ia terbangun dari tidurnya, terlihat bekas-bekas kerikil itu dipinggangnya…

Siapakah laki-laki itu?

Ternyata ia adalah seorang hamba ahli ibadah, dan zuhud yang telah menyerahkan dirinya yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah Azza Wa Jalla. Dia tiada lain adalah Utsman bin Affan, seorang milyader, yang kaya raya, dan harta tak terhingga, baik sebelulm maupun sesudah masuk ke dalam Islam. Peristiwa ini mengingatkan kita kepada Abdullah bin Umar mengenai dirinya (Utsman), yakni perkataan yang diucapkannya setelah membaca surah Az-Zumar. “Apakah kalian yang lebih beruntung hai orang-orang musyrik? Ataukah orang yang beribadah di tengan malam dengan sujud dan berdiri, disebabkan karena takuktnya kepada (siksa) akhirat, dan harapannya akan rahmat Rabbnya..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar